7.9.08

Mana Tahan / Mana Tahaaaaaaaan??


Cuplikan film Warkop Prambors berjudul : "Mana Tahan"

Indro : "Eh..."
Dono : "Apa?!"
Indro : "Saya pikir-pikir, kita ini apa nggak salah masuk ya??"
Dono : "Emangnya kenapa??"
Indro : "Rumahnya mewah... Makanannya enak... Tapi bayar kosnya cuma 50 ribu... Apa tante (pemilik kos) gak rugi ya??"
Dono : "Jangan2 tante yg punya rumah ini, bandar arisan kol?!"
Indro : "Waduh...bisa-bisa kita dijadiin pore!"

Adegan diatas udah cukup menggambarkan kondisi kos2an jaman dulu. Sangat murah dibandingin sama jaman sekarang... Mungkin si tante-nya yang salah ngasih harga, atau emang tantenya yang sangat baik ampe ngasi harga murah kepada 2mahasiswa rantauan tsb. Atau mungkin memang si tantenya yang juragan kol..."Wadduh!"

Tapi bukan harga kos murahnya yg pengen saya masalahin... Look at the video...
Bandingin sama sekarang... Sangat jarang saya temui kamar kos mahasiswa yang kaya kamar Dono dan Indro. Kalau di meja belajar Dono hanya ada lampu belajar dan tumpukan buku, lihatlah sekarang ditukar dengan komputer dan televisi. Bahkan gak sedikit yang memiliki kulkas pribadi, atau perkakas teknologi lainnya yang memakan banyak tenaga listrik.

Kalo jaman Warkop dulu, tiap 1anak kos tanpa memiliki gadget, bandingkan dengan sekarang...
Kita patut malu sama Dono, Kasino, Indro karena prestasi kita sangat buruk. Sebuah perbandingan : Misalkan sebuah kosan memiliki 10 kamar dan tiap kamar memiliki 3gadget, artinya dalam sebuah kos-kosan terdapat 30gadget. Jaman Warkop, 1TV dinikmati oleh seluruh isi kosan, sedangkan jaman sekarang 1anak memiliki 1TV. Watt/tenaga listrik yang dikeluarkan pada tiap harinya...ckckck! Sebuah pemborosan global! Mana Tahan....

Kita ga bisa serta merta nyalahin peradaban teknologi modern; kita memperoleh banyak informasi dan membuka cakrawala berpikir melalui teknologi modern. Namun ke-tidak harmonisan terjadi disini, kemerosotan sosial terjadi di sini. Kita dibentuk jadi manusia-manusia yang individual, membentuk jurang dengan lingkungan sosial.

Masyarakat sebagai rayap dari balok peradaban, juga tidak bisa disebut sebagai terdakwa dalam kasus pemborosan ini. Mereka hanyalah korban dari produktivitas media yang sama-sama kita ketahui merupakan karya dari para desainer. Jadi, selain para kapitalis (dalam hal ini sebagai pendosa terbesar abad ini), desainer juga memiliki tanggung jawab maha besar terhadap masyarakat.

Desainer?????? Mana Tahaaaaaan??